Kritik dan Esai Cerpen Laboratorium Tikus


Cerpen yang berjudul Laboratorium Tikus karya M. Shoim Anwar ini seakan menjadi kesempatan untuk melakukan kecurangan-kecurangan. Kecurangan sering dilakukan hanya untuk kepentingan individu. Kecurangan yang digambarkan oleh pengarang adalah korupsi yang dilakukan seperti pada umumnya. Kebohongan, kecurangan seakan-akan seperti virus yang mendarah daging oleh para koruptor. Korupsi yang terjadi pada Laboratorium Tikus salah satu pegawai yang terus menerus melakukan korupsi. Korupsi di negara ini seakan menjadi penyakit yang menggorogoti uang rakyat. Melakukan berbagai trik untuk tidak ketara akan kecurangan-kecurangan. Seakan memakai topeng pada dirinya. Salah satu tokoh yang melakukan kecurangan dalam cerpen ini adalah tokoh Bu Bardo. Dia salah satu pegawai laboratorium yang gemar sekali untuk belanja peralatan laboratorium supaya dirinya bisa terus mengambil keuntungan dari anggaran belanja tersebut dengan menaikkan harga bahan-bahan dari harga asli di tokonya. Hal tersebut dapat dilihat dalam kutipan berikut:
“Belerang dan kertas lakmus habis. Kita harus beli,” kata Bu Bardo.
Pokro terdiam beberapa saat. Beberapa hari lalu barang-barang itu juga masih banyak. Ke mana saja habisnya? Apa ada tikus doyan belerang?”
Suatu siang Bu Bardo dipanggil Pak Prapto di ruang kerjanya. Kali ini wajahnya tampak menegang.
“Bu Bardo,” Pak Prapto membuka pembicaraan, “tiga hari yang lalu belanjanya habis berapa?”
“Kuitansinya kan ada, Pak,” Bu Bardo mendekat duduknya.
Pak Prapto membuka laci. Dikeluarkannya secarik kertas.
“Habisnya kok banyak.”
“Memang yang dibeli itu, Pak.”
“Kok mahal?”
“Harganya segitu, Pak Prap.”
“Masak?”
“Apa Pak Prap tidak percaya dengan saya?”
“Bukan begitu . saya khawatir Bu Bardo keliru.”
“Saya ini sudah puluhan tahun menanganinya, Pak.”
“Tapi kan bisa saja terjadi.”
“Itu tidak mungkin, Pak Prap.” (Anwar, 2019:85)
Dari kutipan tersebut jelas terlihat bahwa kedok Bu Bardo mulai terbongkar karena membuat harga di kuitansi yang dipalsukan demi mendapatkan keuntungan pribadi. Namun, Pak Prapto masih mampu menahan diri untuk tidak menuduh Bu Bardo melakukan penilapan dana.
Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya korupsi tersebut bisa saja dilatarbelakangi faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal adalah faktor kepuasan untuk diri sendiri. Faktor eksternal karena adanya dorongan dari orang-orang terdekat dan mau tidak mau harus melaksanakan tugas tersebut. Hukum tentang korupsi yang ada di negara ini lebih ditegakkan misal seperti hukuman mati bagi mereka yang melakukan korupsi karena dengan hal itu tidak ada yang berani melakukan korupsi. Menikmati hasil curian dan kebohongan uang rakyat adalah perbuatan yang hina. Perbuatan  tersebut harus dibalas dengan hukuman yang setimpal.
Membuka topeng dan membongkar kebohongan para pencuri uang rakyat (koruptor) menjadi hal yang sangat sulit dilakukan. Entah jelmaan iblis apa yang merasuki mereka sehingga mereka menjadi manusia yang hina dan kejam. Bahkan gelar setinggi apapun yang dimiliki seseorang jika keinginan untuk korupsi tidak bisa dibendung akan membuatnya rugi dan celaka.
Dalam cerpen tersebut tidak mudah sebenarnya untuk memahami penggunaan padanan kata yang digunakan, karena kalimat-kalimat yang digunakan menggunakan keilmuan ilmiah dalam ilmu biologi harus kita dalami penggunaannya masing-masing dan hubungannya dengan beberapa hal yang dibahas dalam cerpen tersebut.





Anwar, M. Shoim. 2019. Tikus Parlemen. Sidoarjo: Delima

Komentar

Postingan Populer