Resensi Buku Kumpulan Cerpen "Tikus Parlemen", Karya M. Shoim Anwar

Resensi Buku Tikus Parlemen
Karya: M. Shoim Anwar

Judul Buku : Tikus Parlemen
Pengarang : M. Shoim Anwar
Penerbit : Delima
Cetakan: I/Maret 2019
Kota Terbit: Sidoarjo
Tebal Buku: XXI + 268 Halaman
Ukuran Buku: 14 x 20 cm
Penulis: M. Shoim Anwar
Desain Sampul dan Tata Letak: Alek Subairi
Gambar Sampul: Diolah dari contemporary-abstract-art-black-figure dan Marina Dieul Rencontre

     Salah satu karya dari seorang penulis kelahiran Jember, Jawa Timur yaitu M. Shoim Anwar kembali menarik untuk dibaca. Penggunaan gaya bahasa sindiran yang khas dalam menyatakan situasi yang terjadi di dalam negeri ini menjadi kekuatan ketika membaca buku kumpulan cerpen yang berjudul “Tikus Parlemen”. Buku ini terdiri dari 22 cerpen yang terdiri dari cerpen yang berjudul Beringin Tua, Baginda: “Itu Human Error!”, Perempuan Berpijar Ungu, Catatan Kematian, Di Depan Gedung Parlemen, Daerah Garong, Janji Ketua Parlemen, Laboratorium Tikus, Tikus Parlemen, Gembritt Foury Di Tengah Kemarau, Mandikan Mayatku dengan Tuak, Air Mata Anakku, Burung-Burung Gagak di Atas Orchard Road, Bambi dan Perempuan Berselendang Baby Blue, Berhala di Hutan Kayu, Sulastri dan Empat Lelaki, Lembah Bujang, Di Jalan Jabal Al-Kaabah’ Jangan Ke Istana, Anakku, Sisik Naga di Jari Manis Gus Usup, dan Sorot Mata Syaila. Dalam buku tersebut, M. Shoim Anwar mencoba mengungkapkan keresahan yang tidak hanya dia rasakan, tetapi juga yang masyarakat rasakan tentang dunia kehidupan sosial maupun kebusukan politik.
     Situasi sosial dan politik dalam negeri ini yang sudah berlarut-larut kita rasakan bersama nampaknya mampu menyadarkan pembacanya untuk turut gemas ketika membaca cerita yang dijabarkan dalam buku kumpulan cerpen tersebut.
     Contohnya seperti dalam cerpen pertama yang ditulis berjudul “Beringin Tua” tersebut yang mengisahkan tentang tikus yang kita tahu merupakan hewan yang cukup menjijikkan karena cara hidupnya yang tumbuh di bawah tanah maupun selokan yang sangat kotor dan meresahkan hidup di masyarakat. Tikus selalu diibaratkan dengan para koruptor yang secara rakus memangsa uang rakyat. Namun, cerita Tikus yang ditulis oleh Shoim Anwar ini cukup menarik dengan metafora-metafora yang khas darinya. Cerita mengenai tikus tidak hanya terdapat dalam satu judul cerpen saja tetapi juga beberapa judul yang dituangkan dalam bab yang tidak berdekatan. Sehingga, kesan yang ingin ditampilkan oleh Shoim Anwar tidak hanya ingin menceritakan tentang tikus yang terdapat digedung parlemen saja namun mampu mengombinasikannya dengan beberapa cerita tentang kehidupan rakyat kecil yang coba diungkapkan oleh penulis. Seorang Shoim Anwar tampaknya ingin mengajak pembaca untuk tidak hanya menengok kasus korupsi yang terdapat di Indonesia namun juga melihat dampak yang terjadi akibat kerakusan dari para penguasa negara yang menimbulkan dampak yang merugikan rakyat kecil.
     Kelebihan dalam cerpen tersebut penggunaan gaya bahasa satire yang khas dimunculkan oleh Shoim Anwar untuk mengungkapkan gejala sosial dan kasus ketidakadilan terhadap rakyat kecil serta kasus korupsi yang terus tumbuh di Indonesia membuat pembaca turut meluapkan emosi dalam setiap alur ceritanya. Penggunaan kalimat-kalimat yang humor serta imajinasi liar yang dibuat mampu memudahkan pembaca untuk memahami setiap isi cerita yang ingin diungkapkan oleh penulis. Namun, kekurangan dalam setiap cerpennya kurang memberikan kesan yang mendalam bagi pembaca disetiap akhir ceritanya sehingga kurang menarik untuk pembaca menikmati pengemasan cerita disetiap akhir cerpennya. Penggunaan kata dibeberapa kalimat juga masih terdapat kesalahan ejaan sehingga mengurangi kekhusyukan bagi pembacanya karena terganggu dengan tulisan yang masih kurang tepat baik penggunaan ejan maupun kalimat efektif.

Komentar

Postingan Populer